Penilaian autentik (authentic assessment)
adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta
didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Dalam Permendikbud
Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian, dinyatakan bahwa penilaian
autentik adalah “penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai
mulai dari input (masukan), proses,
dan output (keluaran)”.
Sebagaimana dinyatakan John Mueller (2008) penilaian autentik merupakan “a form assessment in which students are asked to perform real world tasks that demonstrate meaningful application of essential knowledge and skills”. Artinya, penilaian autentik merupakan suatu bentuk tugas yang menghendaki pembelajar untuk menunjukan kinerja di dunia nyata secara bermakna yang merupakan penerapan esensi pengetahuan dan keterampilan. Sedankan menurut Suyadi (2013, hlm. 87) penilaian autentik adalah
Sebagaimana dinyatakan John Mueller (2008) penilaian autentik merupakan “a form assessment in which students are asked to perform real world tasks that demonstrate meaningful application of essential knowledge and skills”. Artinya, penilaian autentik merupakan suatu bentuk tugas yang menghendaki pembelajar untuk menunjukan kinerja di dunia nyata secara bermakna yang merupakan penerapan esensi pengetahuan dan keterampilan. Sedankan menurut Suyadi (2013, hlm. 87) penilaian autentik adalah
“proses
yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar
yang dilakukan peserta didik. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah
peserta didik benar-benar belajar atau tidak, memahami atau tidak, menguasai
atau tidak, apakah pengalaman belajar peserta didik memiliki pengaruh yang
positif terhadap perkembangan, baik intelektual maupun mental peserta didik.
Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses
pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara kontinu selama proses pembelajaran
berlangsung. Oleh karena itu, penilaian difokuskan pada proses belajar, bukan
pada hasil belajar”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka ditarik
garis besar bahwa penilaian autentik merupakan penilaian yang berusaha mengukur
atau menunjukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa dengan cara
menerapkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan tersebut dalam situasi yang
nyata.
Penilaian autentik bukan istilah yang baru dalam dunia
pendidikan di Indonesia, karena dalam KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dan
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) guru dituntut tidak hanya
menggunakan tes sebagai alat untuk mengumpulkan informasi hasil kemajuan
belajar siswa. Dalam KBK penilaian yang kerap digunakan yakni penilaian
portofolio, sedangkan dalam KTSP penilaian autentik yang digunakan adalah
penilaian kinerja, evaluasi diri, esai, proyek, dan portofolio.
Penilaian autentik digunakan secara luas dalam
Kurikulum 2013. Penilaian autentik dalam Kurikulum 2013 didasarkan pada
prinsip, sebagai berikut:
1. Obyektif, berarti penilaian berbasis pada standar
dan tidak dipengaruhi faktor subyektivitas penilai.
2. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan
secara terencana, menyatu dengan kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan.
3. Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan
efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan.
4. Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria
penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak.
5. Akuntabel, berarti penilaian dapat
dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah maupun eksternal untuk aspek
teknis, prosedur, dan hasil.
6. Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta
didik.
Penilaian autentik mencakup tiga hal, yakni penilaian
program, penialain proses, dan penilaian hasil. Berikut penjabarannya:
1. Penilaian program
Berbagai cara untuk melakukan penilaian program
terutama berkaitan dengan aspek yang dinilai, alat pengumpul data dan prosedur
yang digunakan, kriteria yang dipertimbangkan, serta penggunaan pemahaman untuk
mengambil keputusan. Keputusan penilaian dibuat oleh peserta didik, guru,
administator, orang tua, dan anggota masyarakat yang berpartisipasi aktif dalam
menentukan standar nasional dan standar lokal yang harus diprioritaskan.
Kriteria yang digunakan untuk mengolah dan menafsirkan data mencakup (1)
indikator teknis, seperti keseimbangan, kenyamanan, efisiensi, dan efektivitas,
(2) kriteria pedagogis, seperti pengembangan kesempatan, tingkat kerumitan,
keterlibatan dalam berpikir kompleks, kreatif, dan kesempatan untuk belajar
bersama, serta (3) indikator kritis, seperti kesempatan untuk seluruh peserta
didik, tidak diskriminatif, dan bentuk penafsiran alternatif.
2. Penilaian proses
Penilaian proses dimaksudkan untuk menilai kualitas
proses pendidikan dan pembentukan kompetensi peserta didik, termasuk bagaimana
tujuan pembelajaran dapat tercapai. Kualitas proses pendidikan dapat dilihat
dari segi proses dan hasil. Dari segi proses, pendidikan dikatakan berhasil dan
berkualitas apabila seluruhnya atau sebagian besar (85%) peserta didik terlibat
secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran.
Dalam melaksanakan penilaian proses terdapat berbagai cara pengumpulan data.
Dalam hal ini, penilai dapat mengumpulkan dan menganalisis data dengan cara
observasi, wawancara, cek list, dan sebagainya.
3. Penilaian hasil
Penilaian hasil dalam penilaian autentik meliputi tiga
ranah, yakni pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Penilaian belajar
pengetahuan dapat dilakukan dengan ujian tulis dan lisan. Penilaian belajar
sikap dapat dilakukan dengan daftar isian sikap dari diri sendiri, daftar isian
sikap yang disesuaikan dengan tujuan program. Penilaian belajar keterampilan
dapat dilakukan dengan ujian praktik, analisis keterampilan, dan analisis
tugas.
Referensi
Mueller, John. (2008). Authentic
Assessment Toolbox. [Online]. Diakses dari:
http://jonathan.mueller.faculty.noctrl.edu/toolbox/index.htm.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian.
Suyadi (2013). Strategi Pembelajaran
Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
0 komentar:
Posting Komentar