Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaa (Kemendikbud), Supriano mengatakan, masih banyak pekerjaan rumah yang lebih besar dan krusial yang harus dijalankan para guru daripada sekadar menjadi bagian dari politik praktis. Karena itu dia mengimbau agar guru berfokus untuk meningkatkan kompetensi.
“Guru, apalagi yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) kan tidak boleh untuk terlibat dalam politik praktis,” kata Supriano di Jakarta, Selasa (7/8).
Dia menjelakan, kompetensi guru sangat penting ditingkatkan agar dapat mendidik siswa-siswa menjadi lebih baik. Selain itu guru yang berkualitas juga dipercaya bisa semakin mencerdaskan bangsa di tengah-tengah persaingan global dan maraknya demam revolusi industri 4.0 yang serba berbasis digital.
“Tugas mulia guru itu adalah mencerdaskan bangsa, apalagi kita mau menhadapi era revolusi industry 4.0. siswa kita harus betul-betul dididik dengan baik,” tegas dia.
Sebelumnya beberapa komunitas guru seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) sama-sama menegaskan bahwa guru harus bersikap netral. Terlebih, saat ini Indonesia sedang dihadapkan pada perhelatan politik akbar, yaitu Pilpres 2019.
Pemerintah hanya akan mengangkat sekitar 100 ribu guru

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) masih menggodok kemungkinan formasi khusus bagi guru honorer kategori (K2) yang berusia 35 tahun ke atas.

"Kami masih membahas formasi khusus itu, apakah bisa atau tidak. Intinya kami ingin memberi keadilan kepada para guru tapi tetap mengacu pada Undang-undang ASN," ucap Karo Hukum Komunikasi Informasi Publik KemenPAN-RB Mudzakir saat dihubungi Republika, Rabu (8/8).
Alotnya pembahasan terkait formasi guru honorer K2 itu dikarenakan, KemenPAN-RB harus betul-betul teliti dalam membuat kebijakan. Terlebih, dalam pengangkatan CPNS ini banyak pihak yang perlu terlibat dan hal yang perlu dipertimbangkan.
"Seperti keuangan negara, lalu untuk guru itu kami juga benar-benar memetakan secara detil. Berapa kebutuhan guru per daerah itu," kata Mudzakir..
Seperti rencana awal, lanjut dia, pemerintah hanya akan mengangkat sekitar 100 ribu guru dari kebutuhan sekitar 700 ribu guru. Karenanya, kuota 100 ribu guru tersebut mesti benar-benar dipetakan sesuai kebutuhan.
"Kita lihat kebutuhan guru SMA di suatu kota misal, lalu kita hitung, data. Ya begitu, serinci itu kami akan petakan," jelas dia.
Sebelumnya, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menuntut agar pemerintah mengabulkan usulannya untuk mempertimbangkan masa pengabdian guru honorer dalam pengangkatan CPNS tahun 2018. Hal itu disampaikan sebagai respon atas kekecewaannya terhadap keputusan MenPAN-RB Asman Abnur terkait kuota CPNS bagi guru honorer Kategori 2 (K2) yang dinilai minim.
"PGRI kan jelas sudah perjuangkan mereka dan ajak mereka gak takut ikut tes. Tapi kami minta ada win-win solution dengan pemerintah. Jika harus tes tolong utamakan mereka guru honorer yang lama mengabdi," kata Ketua Umum PB PGRI Unifah Rasyidi di Jakarta, Rabu (8/8).
Unifah menjelaskan, dalam raker gabungan tujuh komisi dengan pemerintah yang digelar tertutup pada 28 Juli 2018 lalu, KemenPAN-RB menyebutkan dari 438.590 guru honorer K2 yang memenuhi syarat CPNS hanya 13.347 guru. Kemudian, dari jumlah tersebut formasi CPNS bagi guru honorer K2 sebanyak 12.883 guru saja.
"Dan itu tidak manusiawi. Masa guru yang sudah mengabdi bertahun-tahun kok kuotanya hanya 12 ribuan saja," tegas Unifah.

Guru harus punya etos kerja yang tinggi.

Mengawali tahun pelajaran 2018/2019, Pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Bogor menggelar pelatihan untuk guru.
Acara yang  dipusatkan di Aula PGRI Cabang Bogor, Jalan  Pangeran Asogiri, Tanah Baru, Bogor, Jawa Barat ini mengambil tajuk, ‘Membangun Etos Kerja dan Profesionalisme Berbasis Quantum Learning’ dengan menampilkan  narasumber tunggal H  Asep Mahfudin, dari Rumah Karakter Indonesia, Rabu, (8/8).

Setelah dibuka secara resmi oleh Ketua PGRI Kabupaten Bogor, Dadang Suntana, panitia mendaulat Asep Mahfudin mengisi materi. Pria kelahiran Cimahi, Bandung, 4 April 1978 ini langsung melakukan penyegaran dan memecah kebekuan suasana melalui tepuk dan gerak untuk melatih konsentrasi.

Kegiatan dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama, membangun etos kerja dan profesionalisme. Sedangkan sesi kedua etos kerja dalam bingkai quantum learning.

Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung  ini mengatakan guru sebagai ujung tombak pendidikan di Indonesia harus memiliki etos kerja yang tinggi. ‘’Kunci guru excellent atau etos personal dikembangkan di quantum learning. Supaya guru-guru dalam mengajar, berprilaku, dan bersikap harus berpijak pada delapan kunci,’’ jelasnya dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (8/8).

Kemudian, pria yang sudah menelurkan enam judul buku ini memberikan delapan kunci  bagi guru yang unggul. Pertama, memiliki integritas. ‘’Jadi, guru yang hebat dan istimewa itu guru yang memiliki integritas. Apa yang dia pikirkan, apa yang dia lakukan, sesuai,’’ terangnya.

Kedua, guru hebat itu selalu memaknai apa yang terjadi dalam hidupnya (failure lead to successred). Setiap mengalami kegagalan,  selalu bangkit dan bangkit lagi. ‘’Nah, kalau guru punya sikap seperti itu sangat luar biasa.’’

Ketiga, guru hebat bicaranya selalu positif. Muncul dari situ dia selalu bicara memotivasi dan menginsiprasi.
Keempat, this is it. Maksudnya dia punya apapun kebaikan, pikiran yang baik, sikap yang baik, langsung dia lakukan saat itu.
"Kelima, memiliki komitmen, dia harus berkomitmen dalam segala hal terutama bagaimana membangun anak-anak yang cerdas," tuturnya.

photo
H Asep Mahfudin memaparkan delapan kunci sukses menjadi seorang guru.
Keenam, ownership.  Guru harus punya tanggung jawab yang tinggi karena dia membawa nama besar guru.
Ketujuh, fleksibel dalam segala hal setiap pembalajaran. ‘’Dia tidak kaku. Dia harus memiliki banyak metodologi pembelajaran sehingga anak-anak senang, anak-anak berproses sesuai jamannya. Maka itu, guru harus banyak belajar tentang teknologi saat ini,’’pintanya.

Kedelapan, balance. Harus seimbang. ‘’Jadi sibuk di sekolah juga harus ingat di rumah. Dia sibuk di organisasi tapi juga harus ada waktu buat keluarga. Seimbang bukan hanya otak kiri tapi otak kanan juga,’’ paparnya.

Ketua Panitia Barkeh Dimyati, mengatakan kegiatan ini diikuti 190 peserta utusan dari 40 kecamatan se-Kabupaten Bogor. Selain dihadiri Ketua PGRI Cabang Kabupaten Bogor, Dadang Suntana, juga hadir Kepala Sekolah SD, SMP, SMA, IGTK, Himpaudi dan pengawas sekolah.  

‘’Alhamdulillah peserta sangat antusias. Buktinya sampai sore mereka menikmati acara dan tidak tampak lelah. Ini membuktikan mereka sangat antusias dan tertarik dengan materi yang disajikan,’’ ucapnya penuh syukur.

Penilaian merupakan salah satu faktor eksternal yang sangat mempengaruhi hasil belajar peserta didik. Penilaian adalah suatu kegiatan pengukuran, kuantifikasi, dan penetapan mutu pengetahuan siswa secara menyeluruh. “Penilaian harus terintegrasi dalam proses pembelajaran dan menggunakan beragam bentuk” (Hamid, 2011, hlm. 15).

Penilaian bertujuan membantu peserta didik mengidentifikasi dan mengetahui kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu prinsip penilaian adalah menyeluruh dan berkesinambungan. Dengan demikian, guru harus menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai dan mencakup semua aspek kompetensi untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik. Aspek kompetensi yang dimaksud adalah aspek kognitif (pengetahuan), aspek psikomotor (keterampilan), dan aspek afektif (sikap).

Untuk menilai aspek psikomotor siswa salah satu instrumen penilaian yang digunakan adalah rubrik penilaian.

Rubrik penilaian (scoring rubrics) didefinisikan sebagai “deskripsi terperinci tentang tipe kinerja tertentu dan kriteria yang akan digunakan untuk menilainya” (Arends, 2008, hlm. 244). Rubrik adalah pedoman penskoran yang digunakan untuk menilai unjuk kerja siswa berdasarkan jumlah skor dari beberapa kriteria dan tidak hanya menggunakan satu skor saja.

Rubrik juga merupakan salah satu assessment alternatif yang dapat digunakan untuk mengukur dan menilai siswa secara komprehensif. Dikatakan komprehensif karena kompetensi siswa tidak hanya dilihat pada akhir proses saja, tetapi juga pada saat proses berlangsung. Maka dari itu, rubrik dapat berfungsi ganda yaitu sebagai penuntun kerja dan sebagai instrumen evaluasi.

Beberapa manfaat rubrik penilaian, di antaranya:
1. Rubrik dapat menjadi pedoman penilaian yang obyektif dan konsisten dengan kriteria yang jelas.
2. Rubrik dapat memberikan informasi bobot penilaian pada tiap tingkatan kemampuan siswa.
3. Rubrik dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih aktif.
4. Siswa dapat menggunakan rubrik untuk menentukan strategi pembelajaran serta mengukur capaian kemampuannya sendiri.
5. Siswa mendapatkan umpan balik yang cepat dan akurat.
6. Rubrik dapat digunakan sebagai instrumen untuk refleksi yang efektif tentang proses pembelajaran yang telah berlangsung.
7. Sebagai pedoman dalam proses belajar maupun penilaian hasil belajar siswa.

Secara umum ada dua tipe rubrik, yaitu rubrik holistik dan rubrik analitik. “Rubrik holistik, yaitu rubrik yang menilai proses secara keseluruhan tanpa adanya pembagian komponen secara terpisah, sedangkan rubrik analitik, yaitu rubrik yang menilai proses secara terpisah dan hasi akhirnya adalah dengan menggabungkan penilaian dari tiap komponen” (Nitko, 1996, hlm. 266). Kedua jenis rubrik tersebut dijelaskan lebih lanjut, sebagai berikut:

1. Analytic rubrics
Analytic rubrics adalah rubrik yang umum digunakan untuk penilaian kinerja siswa. Rubrik ini digunakan untuk melakukan assessment tugas-tugas yang dapat dibagi ke dalam domain atau kriteria yang mana masing-masing kriteria dapat dinilai secara individu. Masing-masing kriteria dapat diberi bobot penilaian sesuai dengan pentingnya dalam mencapai learning outcomes dari tugas tersebut. Elemen dari analytic rubrics dapat dilihat pada matrik berikut:
Kriteria/domain
Nama Tugas
Nilai masing-masing kriteria
Level kinerja 1
Level kinerja 2
Level kinerja ... n
Skor/nilai
Skor/nilai
Skor/nilai
Kriteria 1
Deskripsi 1.1
Deskripsi 1.2
Deskripsi 1.n
Kriteria 2
Deskripsi 2.1
Deskripsi 2.2
Deskripsi 2.n
Kriteria ... n
Deskripsi n.1
Deskripsi n.2
Deskripsi n.n
Total nilai

Keterangan: skor/nilai diberikan secara numerik dan dapat dengan kisaran 1-10 atau 1-100 tergantung tingkat ketelitian dan akurasi yang diinginkan pada setiap kriteria.

Elemen analytic rubrics dapat ditambahkan bobot penilaian masing-masing kriteria seperti berikut:
Kriteria/
domain
Nama Tugas
Bobot nilai per kriteria
Hasil penilaian per kriteria
Level kinerja 1
Level kinerja 2
Level kinerja ... n
Skor/nilai
Skor/nilai
Skor/nilai
Kriteria 1
Deskripsi 1.1
Deskripsi 1.2
Deskripsi 1.n
%
Kriteria 2
Deskripsi 2.1
Deskripsi 2.2
Deskripsi 2.n
%
Kriteria ... n
Deskripsi n.1
Deskripsi n.2
Deskripsi n.n
%
Total nilai

Keterangan: skor/nilai diberikan secara numerik dan dapat dengan kisaran 1-10 atau 1-100 tergantung tingkat ketelitian dan akurasi yang diinginkan pada setiap kriteria.

Contoh rubrik analitik (deskriptif) untuk penilaian presentasi siswa, disajikan sebagai berikut:
Kriteria/ dimensi
Presentasi Siswa
Nilai masing- masing kriteria
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat kurang
Skor >80
(61-80)
(41-60)
(21-40)
<20 p="">
Organisasi
Kriteria 1.1
Kriteria 1.2
Kriteria 1.3
Kriteria 1.4
Kriteria 1.5
Isi
Kriteria 2.1
Kriteria 2.2
Kriteria 2.3
Kriteria 2.4
Kriteria 2.5
Gaya presentasi
Kriteria 3.1
Kriteria 3.2
Kriteria 3.3
Kriteria 3.4
Kriteria 3.5
Total nilai

Keterangan:
Kriteria 1.1: Terorganisasi dengan menyajikan fakta yang didukung oleh contoh yang telah dianalisis sesuai konsep.
Kriteria 1.2: Terorganisasi denga baik dan menyajikan fakta yang meyakinkan untuk mendukung kesimpulan-kesimpulan.
Kriteria 1.3: Presentasi mempunyai fokus dan menyajikan beberapa bukti yang mendukung kesimpulan-kesimpulan.
Kriteria 1.4: Cukup fokus, namun bukti kuran mencukupi untuk digunakan dalam menarik kesimpulan.
Kriteria 1.5: Tidak ada organisasi yang jelas. Fakta tidak digunakan untuk mendukung pernyataan.
Kriteria 2.1: Isi mampu menggugah pendengar untuk mengembangkan pikiran.
Kriteria 2.2: Isi akurat dan lengkap. Para pendengar menambah wawasan baru tentang topik tersebut.
Kriteria 2.3: Isi secara umum akurat, tetapi tidak lengkap. Para pendengar bisa mempelajari beberapa fakta yang tersirat, tetapi mereka tidak menambahkan wawasan baru tentang topik tersebut.
Kriteria 2.4: Isinya kurang akurat, karena tidak ada data faktual, tidak menambah pemahaman pendengar.
Kriteria 2.5: Isinya tidak akurat atau terlalu umum. Pendengar tidak belajar apapun atau kadang menyesatkan.
Kriteria 3.1: Berbicara dengan semangat, menularkan semangat dan antusiasme pada pendengar.
Kriteria 3.2: Pembicara tentang dan menggunakan intonasi yang tepat, berbicara tanpa bergantung pada catatan, dan berinteraksi secara intensif dengan pendengar. Pembicara selalu kontak mata dengan pendengar.
Kriteria 3.3: Secara umum pembicara tenang, tetapi dengan nada yang datar dan cukup sering bergantung pada catatan. Kadang-kadang kontak mata dengan pendengar diabaikan.
Kriteria 3.4: Berpatokan pada catatan, tidak ada ide yang dikembangkan di luar catatan, suara monoton.
Kriteria 3.5: Pembicara cemas dan tidak nyaman, serta membaca berbagai catatan daripada berbicara. Pendengar sering diabaikan. Tidak terjadi kontak mata karena pembicara lebih banyak melihat ke papan tulis atau layar.

2. Holistic rubrics
Holistic rubrics atau rubrik holistik digunakan bila ada kesulitan atau tidak memungkinkan adanya pembagian penilaian suatu tugas ke dalam kriteria terpisah. Ini dapat terjadi karena adanya kriteria saling berkaitan dan tumpang tindih satu dengan lainnya.

Seperti halnya tugas kreatif yang kompleks yang mana pengerjaannya dapat didekati dengan ragam cara oleh siswa dan tugas tersebut tidak dapat sulit dibagi ke dalam komponen atau kriteria penilaian. Untuk itu, dibuat penilaian holistik terhadap kinerja siswa.

Pada rubrik holistik capaian diartikulasikan ke dalam pernyataan deskriptif.
Elemen dari holistik rubrik dapat dilihat pada matriks berikut:
Nama Tugas:
Grade Capaian
Skor/Nilai
Deskripsi dan Grade Capaian
Grade 1
Nilai Grade 1
Deskripsi Grade 1
Grade 2
Nilai Grade 2
Deskripsi Grade 2
Grade 3
Nilai Grade 3
Deskripsi Grade 3
Grade ... n
Nilai Grade ... n
Deskripsi Grade n

Keterangan: skor/nilai diberikan secara numerik dan dapat dengan kisaran 1-10 atau 1-100 tergantung tingkat ketelitian dan akurasi yang diinginkan pada setiap kriteria.

Contoh rubrik holistik untuk penilaian esai, sebagai berikut:
Nama Tugas: Esai
Grade Capaian
Skor/Nilai
Deskripsi Capaian
Sangat baik
80-100
Esai sangat menarik perhatian karena mengandung wawasan yang luas dengan gaya tulisan yang matang. Esai ini fokus dan diorganisasi secara baik serta elaborasi luas menggunakan pilihan contoh-contoh yang benar dan rujukan yang tepat. Tulisan menggunakan kata-kata dan kalimat yang efektif dan memenuhi dengan sangat baik aturan tata bahasa Indonesia.
Baik
65-79
Esai menarik perhatian karena mengandung alasan-alasan atau rasional yang baik dan jelas. Secara umum esai ini fokus dan mengandung ide-ide berkembang serta menggunakan pilihan contoh-contoh yang benar dengan rujukan yang tepat. Kalimat dibangun dengan pilihan kata-kata untuk berkomunikasi secara jelas dengan pembaca. Tata bahasa penulisan telah mendapat perhatian yang baik.
Cukup
55-64
Esai menarik perhatian karena mengandung alasan-alasan atau rasional memadai dan fokus disertai contoh-contoh dengan rujukannya yang mencukupi. Struktur kalimat dengan pilihan kata-kata yang memadai untuk berkomunikasi dengan pembaca. Tata bahasa penulisan perlu mendapat perhatian lebih baik.
Kurang
45-54
Esai kurang menarik perhatian karena mengandung alasan-alasan atau rasional yang kurang mencukupi serta kurangnya contoh-contoh untuk dapat meyakinkan pembaca. Struktur kalimat yang kurang baik dengan pilihan kata-kata yang kuran memadai untuk berkomunikasi dengan pembaca. Tata bahasa penulisan perlu mendapatkan perhatian lebih baik.
Sangat Kurang
<45 p="">
Esai sangat kurang menarik perhatian karena sangat kurangnya alasan-alasan atau rasional serta contoh-contoh yang dapat meyakinkan pembaca. Struktur kalimat sering membingungkan karena pilihan kata-kata yang kurang tepat untuk dapat berkomunikasi dengan pembaca. Tata bahasa penulisan sangat perlu mendapatkan perhatian.

Referensi
Arends, R. I. (2008). Learning to Teach: Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hamid, S. (2011). Standar Mutu Penilaian dalam Kelas. Yogyakarta: DNA Press.
Nitko, A. J. (1996). Educational Assessment of Student. New Jersey: Prentice-Hall.
Sumber : http://www.tintapendidikanindonesia.com/2018/07/rubrik-penilaian_63.html